Tuesday, November 17, 2009

Kota Tanpa Warna

Minggu lalu, tepatnya tanggal 14 November kemarin, di ballroom PTC diadakan sebuah drama musikal berjudul Kota Tanpa Warna yang diadakan oleh saudara-saudari dari Shalam Creative Ministry, sebuah creative ministry yang berada di bawah naungan BPK-PKK Keuskupan Surabaya.


Drama musikal ini menceritakan kisah 4 orang sahabat sejak kecil bernama Ella, Joni, Ling-ling dan Dewi. Uniknya, masing-masing memiliki karakter yang berbeda-beda. Ella suka mendominasi, suka tantangan, punya kemauan yang kuat, punya banyak impian, terlihat tegar meskipun sebenarnya rapuh. Joni lebih tenang, namun seringkali emosional, penuh perencanaan, romantis. Ling-ling selalu ceria, kekanak-kanakan, lugu, polos, suka berbicara, dan suka menjadi pusat perhatian. Sedangkan Dewi adalah orang yang pendiam, merupakan pendamai jika terjadi perselisihan dan sabar. Hanya satu yang menyatukan mereka yaitu janji lolipop yang mereka ikrarkan sejak kecil.

Suatu hari, saat Ella sedang berlibur, dia bertemu dengan seorang nenek yang ingin pulang ke kota kelahirannya yang sangat jauh. Karena kasihan, akhirnya Ella memutuskan untuk mengantar sang nenek pulang ke kampung halamannya. Saat tiba di kampung halaman nenek tersebut, Ella melihat pemandangan yang sangat mengejutkan. Di kota itu sama sekali tidak ada warna selain hitam dan putih. Penduduk di sana pun tidak satupun yang tersenyum ataupun gembira. suasana kota tersebut suram. ya... itulah Kota Tanpa Warna.

Karena Ella kasihan melihat kondisi kota yang menyedihkan itu, akhirnya dia memutuskan untuk mengajak sahabat-sahabatnya untuk mengubah kota itu menjadi kota yang penuh warna. Saat Ella menceritakan Kota Tanpa Warna tersebut, sahabat-sahabatnya sangat terkejut. Namun Ella berhasil meyakinkan sahabat-sahabatnya itu untuk membantu dia, untuk mengubah Kota Tanpa Warna tersebut. Perjuangan awal mereka untuk mengubah kota itu adalah "menaklukan" bapak walikota serta dewan kota tersebut. Akhirnya, mereka berhasil membujuk walikota untuk mewarnai kotanya.

Tapi, setelah berhasil, justru masalah datang dan membuat persahabatan yang telah bertahun-tahun terancam hancur berantakan. Dewi mengalami kecelakaan dan menjadi lumpuh. Dewi menjadi sangat putus asa terhadap kondisinya, dan memutuskan untuk berhenti melanjutkan usaha mereka mewarnai kota Tanpa Warna tersebut. Ella dengan sekuat tenaga tetap memaksa Dewi untuk melanjutkan usaha mereka. Ling-ling yang kasihan melihat Dewi dipaksa terus oleh Ella, menentang usaha Ella tersebut. Akhirnya mereka bertengkar. Dalam pertengkaran itu, Ling-ling mulai mengungkit kejelekan Ella yang sudah 5 tahun tidak berbicara dengan ibunya, perasaan cinta Joni terhadap Ella yang selama ini tidak Ella sadari karena keegoisannya. Melihat pertengakaran itu, Dewi memutuskan untuk pergi.

Setelah berjalan tanpa arah menggunakan kursi rodanya, Dewi sampai di depan sebuah panti asuhan. Di sana dia melihat anak-anak panti asuhan yang begitu ceria meskipun mereka tidak punya orang tua, tidak tahu tanggal lahirnya, dll. Di sana Dewi bertemu dengan Romo yang mengasuh anak-anak panti asuhan itu. Romo tersebut yang akhirnya berhasil menguatkan Dewi untuk bisa menerima keadaanya itu.

Akhirnya Dewi memutuskan kembali ke tempat sahabat-sahabatnya. Didasari dengan kasih terhadap sahabat-sahabatnya itu, akhirnya mereka saling memaafkan satu sama lain dan berkumpul kembali untuk melanjutkan pekerjaan mereka yang belum selesai yaitu menjadikan Kota Tanpa Warna menjadi sebuah Kota Penuh Warna..

Yah kurang lebih seperti itulah ceritanya. Band pengiring yang ok, background dan tata cahaya yang kreatif, penampilan pantomime yang keren abis, dan tentunya para aktor dan aktris yang berperan dengan penuh penjiwaan dan sedikit kocak, membuat drama ini menjadi tontonan yang sangat menarik.

Selain itu, banyak sekali makna yang terkandung dalam cerita tersebut, yang sering kita hadapi dalam dunia nyata.
Beberapa hal yang dapat aku tarik dari kisah Kota Tanpa Warna ini adalah :
Pertama, kita di dunia ini hidup dengan warna yang berbeda-beda. Warna dalam hal ini adalah karakter dan talenta yang kita miliki. Nah dengan warna kita masing-masing ini, hendaknya kita dapat saling membantu orang-orang yang ada di sekitar kita sehingga sekitar kita menjadi tempat yang penuh warna, penuh kebahagiaan, tidak suram seperti Kota Tanpa Warna itu.
Juga, setiap warna memiliki keindahan sendiri-sendiri. Akan tetapi, jika kita bisa mengkombinasikan warna-warna dari masing-masing kita dengan baik, akan menghasilkan keindahan tersendiri, seperti lolipop yang manis dan memiliki paduan warna yang menarik.

Kedua, dengan warna-warna kita yang beraneka ragam ini, ketidak cocokan atau pertentangan pasti ada, seperti pertengkaran yang dialami oleh ke empat sahabat itu. Diharapkan, kita dapat seperti keempat sahabat itu, yang mau saling mengasihi dan memaafkan sahabat-sahabatnya meskipun mereka telah menyakiti kita.

Ketiga, seringkali kita seperti Ella, yang dengan penuh semangat membantu sang nenek untuk pulang ke Kota Tanpa Warna, berbuat baik dengan berusaha keras membantu mengubah Kota Tanpa Warna menjadi kota penuh warna, tapi sudah 5 tahun tidak berbicara dengan ibunya. Terkadang kita aktif pelayanan, kita mau membantu teman-teman kita, tapi kita sering mengabaikan apa yang ada di dekat kita. Orang tua kita, keluarga kita, saudara-saudari kita.

Keempat, seringkali juga kita seperti Dewi yang down saat kita mengalami sebuah masalah. Kita hanya meratapi masalah-masalah yang kita hadapi sehingga pekerjaan kita mewarnai sekitar kita menjadi terhambat atau bahkan terhenti, seperti Dewi yang hanya meratapi kelumpuhannya itu dan memutuskan untuk berhenti mewarnai Kota Tanpa Warna.

Yah mungkin itu yang aku dapatkan dari drama musikal Kota Tanpa Warna ini. Proviciat kepada saudara-saudari dari Shalam Ministry. Ngga sabar menunggu kreatifitas-kreatifitas mereka yang lain. hehehehe...

Mari kita warnai dunia kita ini dengan warna kita sehingga dunia ini menjadi dunia yang penuh warna, penuh kebahagiaan dan keceriaan. GBU



-nyo-


0 comments: